Sabtu, 31 Agustus 2019

Sejarah dan Perkembangan Teknologi Pesawat Terbang (Nasional & Internasional)


"SEJARAH DAN PERKEMBANGAN
TEKNOLOGI PESAWAT TERBANG"



            Pesawat terbang adalah pesawat udara yang lebih berat dari udara, bersayap tetap, dan dapat terbang dengan tenaga sendiri. Secara umum istilah pesawat terbang sering juga disebut dengan pesawat udara atau kapal terbang atau cukup pesawat dengan tujuan pendefenisian yang sama sebagai kendaraan yang mampu terbang di atmosfer atau udara. Namun dalam dunia penerbangan, istilah pesawat terbang berbeda dengan pesawat udara, istilah pesawat udara jauh lebih luas pengertiannya karena telah mencakup pesawat terbang dan helikopter.


A. Sejarah Pesawat Terbang
  • Abbas Ibnu Firnas (825M)
Abbas Ibnu Firnas beserta Prototype Percobaannya

      
Ini fakta lama yang jarang diketahui khalayak ramai: manusia pertama yang berhasil terbang bukan Orville dan Wilbur Wright bersaudara di Amerika Serikat pada 1903. Keduanya memang orang pertama yang terbangmenggunakan alat bernama pesawat terbang. Namun, ilmuwan muslim telah mengembangkan prinsip-prinsip penerbangan satu milenium sebelumnya.
       Abbas Ibn Firnas, matematikawan, astronom, fisikawan, dan ahli penerbangan Muslim dari abad ke-9, tercatat sebagai manusia pertama yang mengembangkan alat penerbangan dan sukses terbang.
       Pengertian 'manusia pertama' di sini berlaku umum, mencakup siapa pun yang berhasil terbang menggunakan alat apa pun, tidak harus berupa pesawat terbang seperti yang ada saat ini.
       Ibn Firnas berhasil terbang menggunakan glider, alat terbangsederhana yang dilengkapi sayap. Sementara itu, tak diragukan, Wright merupakan penemu dan penerbang pesawat terbangpertama. Alat terbang Ibn Firnas memang masih sederhana. Namun, keberhasilan Ibn Firnas menguji dan menerbangkan alat buatannya pada tahun 852 memberi inspirasi kepada ilmuwan-ilmuwan Barat untuk mengembangkan pesawat. Itu berarti 1164 tahun silam.
       Ibn Firmas lahir di Izn-Rand Onda (sekarang Ronda, Spanyol) tahun 810 Masehi. Pria Maroko ini hidup pada masa pemerintahan Khalifah Umayyah di Andalusia (Spanyol). Semasa hidupnya, seorang genius yang hidup di Cordoba ini dikenal sebagai ilmuwan serba bisa dan menguasai beragam disiplin ilmu pengetahuan. Menurut sejumlah sumber, ketertarikan Abbas pada aeronautika bermula saat ia menyaksikan atraksi pria pemberani bernama Armen Firman. Pria tersebut membuat alat dari sutra yang diperkuat dengan batang kayu. Ia lantas terjun dari ketinggian, tetapi ia tak berhasil. Untungnya, alat cukup menghambat gerak jatuh bebas Firman sehingga ia tak terluka.
       Ibn Firnas yang berada dalam kerumuman penonton terkesan dengan aksi Armen Firman. Pengalamannya ini yang menyeretnya mempelajari aeronautika lebih dalam. Sumber lain menyebut, Armen Firman sejatinya merupakan nama Ibn Firnas yang "dilatinkan". "Penerbangan" pada tahun 852 adalah percobaan pertamanya. Tahun 875, saat usianya menginjak 65 tahun, Ibn Firnas merancang dan membuat sebuah alat terbang yang mampu membawa penumpang. Ia lantas mengundang orang-orang Cordoba untuk turut menyaksikan penerbangan bersejarahnya di Jabal Al-‘Arus (Mount of the Bride) di kawasan Rusafa, dekat Cordoba.

      Sebelum melakukan uji coba terbang, Ibn Firnas sempat mengucapkan salam perpisahan, mengantisipasi jika penerbangannya gagal.

"Saat ini, saya akan mengucapkan selamat tinggal. Saya akan bergerak dengan mengepakkan sayap, yang seharusnya membuat saya terbang seperti burung. Jika semua berjalan dengan baik, saya bisa kembali dengan selamat," katanya.

       Penerbangan itu sukses. Ibn Firnas mampu terbang selama 10 menit. Sayang, cara meluncurnya tidak tepat sehingga melakukan pendaratan yang fatal. Ibn Firnas terempas ke tanah bersama "pesawatnya" dan mengalami patah tulang pada bagian punggung. Kecelakaan itu terjadi karena dia lupa untuk menambahkan ekor pada alat buatannya.
Ibn Firnas tidak memperhitungkan pentingnya ekor sebagai bagian yang digunakan untuk memperlambat kecepatan saat melakukan pendaratan sebagaimana layaknya burung ketika menggunakan ekornya.
       Abbas Ibn Firnas wafat pada tahun 888. Ia tidak bisa bertahan dari deraan sakit akibat cedera punggung yang diderita saat melakukan uji coba pesawat buatannya.

·         Wright Bersaudara (1903)

Wright Bersaudara
Inspirasi dari Leonardo da Vinci

     Kala Wilbur Wright berusia sebelas dan Orville Wright berusia tujuh, ayah mereka, Milton Wright, memberi hadiah helikopter mainan karya Alphonse Penaud. Orang Perancis itu tidak membuat rancangan helikopter dari ide orisinalnya. Ia menciptakan mainan tersebut dari desain imajiner helikopter karya Leonardo da Vinci.

     Sebagaimana diwartakan Wired, da Vinci, pada rentang 1483 hingga 1486, pernah membuat sketsa atas apa yang kini kita sebut helikopter bernama Vite Aerea atau The Aerial Screw. “Saya percaya bahwa jika sekrup ini dibuat dengan baik, sekrup akan mampu naik tinggi ke atas,” tulis da Vinci dalam catatan desain Vite Aerea.

       Wilbur Wright dan Orville Wright, atau sebut saja “Wright Bersaudara”, terkesima. Dalam “The Birth of Flight Control: An Engineering Analysis of the Wright Brothers’ 1902 Glider” (2003), paper yang ditulis G.D. Padfield, dua orang bocah itu kemudian sepakat untuk menciptakan sesuatu yang “wah”: membuat manusia bisa terbang. Dan penciptaan yang “wah” itu kemudian diinisiasi pada 30 Mei 1899, kala Wilbur, si kakak, mengirim surat pada Smithsonian Institution. 


“Saya tertarik dengan permasalahan-permasalahan mekanis soal penerbangan sejak kecil. Saya membuat sejumlah percobaan sederhana dengan berbagai ukuran sesuai dengan kerja yang telah dilakukan. Dan menyadari bahwa manusia terbang adalah mungkin dan dapat dilakukan. Saya percaya bahwa penerbangan sederhana mungkin dilakukan oleh manusia asalkan telah ada serangkaian percobaan dan investigasi besar dan independen untuk menghasilkan informasi, pengetahuan, dan keterampilan yang akhirnya akan mengarah pada penerbangan yang sempurna,” tulis Wilbur kala itu. 


     Smithsonian merespons. Mereka memberikan buku-buku rujukan soal aviasi yang dimiliki pada Wright bersaudara.

Glider adalah Kunci

Pada 1900, berdasarkan rujukan yang telah mereka pelajari, khususnya tentang monoplane Lilienthal Glider dari Otto Lilienthal, kakak-adik ini menghasilkan “1900 Glider.” Glider merupakan pesawat tanpa mesin dan sering disebut sebagai pesawat layang. Lilienthal adalah pelopornya. Dengan glider, Lilienthal melakukan penyelidikan untuk mengetahui apa dan bagaimana aerodinamika bekerja. Wright bersaudara meniru kerja Lilienthal dengan membuat glider yang memiliki lebar sayap sepanjang 20 kaki.

Sayangnya, Wright bersaudara tidak puas. Pada 1901 mereka menyempurnakan penciptaan dengan merilis “1901 Glider” yang bersayap lebih luas. Tapi penciptaan glider kedua ini pun tak membuat Wright bersaudara puas. Dengan sayap yang telah diperluas, glider hanya mampu memperoleh sepertiga daya angkat dari teori penciptaan glider milik Lilienthal yang mereka pelajari. Wright kemudian paham, membuat sistem pengendali pesawat (flight control) adalah solusinya. Dan pada 1902 mereka memecahkan solusi itu dengan “1902 Glider.”

Pada teori aerodinamika ada istilah bernama rasio L/D atau lift-to-drag. Sederhananya, daya angkat akan tercipta manakala sayap bertubrukan dengan angin. Untuk menciptakan rasio L/D yang baik, yang akan menghasilkan daya angkat maksimal, Wright bersaudara menyadari pentingnya sistem pengendali pesawat. 

Mereka mempelajari centre of gravity (titik berat atau pusat massa), lokasi dalam pesawat di mana rata-rata berat berada. Bila centre of gravityditemukan, akan diketahui di mana titik-titik three dimensional coordinate(tiga koordinat penentu sumbu utama): pitch, roll, dan yaw. Ketiga titik itulah yang bisa membuat pesawat bergerak leluasa. 1902 Glider sukses. Di tahun itu, 700 hingga 1.000 kali penerbangan “1902 Glider” dilakukan Wright bersaudara. Setahun berselang, Wright Flyer lahir. Wright Flyer merupakan pesawat heavier-than-air bermesin yang diciptakan Wright bersaudara. Pesawat dibuat memanfaatkan kayu cemara dan mesin khusus berkekuatan 12 tenaga kuda.

Lewat pencapaian tersebut, Wright bersaudara jadi dua orang pertama di dunia yang sukses menciptakan pesawat terbang bermesin. Itulah cikal-bakal semua pesawat yang lahir kemudian, termasuk dari Boeing maupun Airbus.

Wright Flyer sukses diujicoba untuk terbang empat kali, antara Kill Devil Hills hingga Kitty Hawk di North Carolina, Amerika Serikat, dengan jarak tempuh sejauh 6,4 kilometer, pada 1903. Dan kakak-adik ini akhirnya menerima paten “Flying Machine” bernomor US821393A pada 22 Mei 1906, tepat hari ini 113 tahun lalu.

Meski pada 1903 pesawat bermesin sukses dilahirkan Wright bersaudara, mereka tak mau langsung mengumumkannya pada publik. Pada 5 Januari 1904, sebagaimana dikutip Associated Press, Wilbur mengatakan bahwa “kami bertekad, sebelum kembali ke rumah, untuk mengetahui apakah mesin memiliki kekuatan yang cukup untuk terbang, kekuatan yang cukup untuk menahan guncangan pendaratan, dan kapasitas kontrol yang cukup untuk membuat penerbangan aman di angin yang kencang, serta di udara yang tenang. Ketika poin-poin ini telah ditetapkan dengan pasti, kami akan segera mengemas barang-barang kami dan kembali ke rumah.”

Secara tersirat, Wright bersaudara menginginkan ciptaan mereka benar-benar bekerja baik, tidak setengah-setengah. Semangat itulah yang terus dipertahankan para pencipta pesawat sampai kini, sehingga bisa melahirkan rasio kecelakaan yang paling rendah.

B. Sejarah Pesawat di Indonesia

Nurtanio Sang Pelopor Industri Dirgantara di Indonesia 

Nurtanio adalah pelopor industri penerbangan Indonesia. Dia memulainya justru dalam kondisi sulit di masa Revolusi.

Zaman Orde Baru punya Bacharuddin Jusuf Habibie. Di era Orde Lama, Indonesia punya Nurtanio Pringgoadisuryo. Nurtanio termasuk segelintir orang Indonesia yang terobsesi untuk terbang. Bukan sekadar terbang sebagai pilot, tapi juga membuat pesawatnya. Sedari zaman sekolah, dia sudah berlangganan majalah penerbangan Vliegwereld. Dia tidak sulit memahami bacaan berbahasa Belanda karena itulah bahasa pengantarnya di sekolah (ELS dan MULO). Minatnya pada pesawat ditunjang dengan pendidikan formalnya. Di zaman Jepang, Nurtanio belajar teknik di Kogyo Senmon Gakko, Surabaya. Selain itu dia pernah aktif di Junior Aero Club (JAC) demi memuaskan minat pada penerbangan ketika masih sekolah.

Setelah Indonesia merdeka, Nurtanio termasuk pemuda yang ikut serta masuk Angkatan Udara Republik. Bersama Wiweko Supono, yang sama-sama doyan membuat pesawat, Nurtanio ditempatkan di Biro Rencana dan Konstruksi Angkatan Udara di Maospati, Madiun. Seperti dicatat buku Awal Kedirgantaraan di Indonesia: Perjuangan AURI 1945-1950 (2007: 68), biro ini tugasnya mengadakan perbaikan, perawatan, dan pembuatan pesawat mandiri dengan bahan-bahan yang ada. Kala itu Republik Indonesia sangat sulit mendapatkan mesin dan bahan-bahan lain untuk membuat pesawat. Apalagi Angkatan Laut Belanda mengadakan blokade laut yang menyulitkan.

“Nurtanio dalam pembuatan pesawat terbang, diawali dengan membuat glider, pesawat terbang tanpa motor,” tulis J. M. V. Soeparno dalam Nurtanio: Perintis Industri Pesawat Terbang Indonesia (2004: 52).

Di awal masa Revolusi, dengan dibantu teknisi-teknisi AURI, Wiweko dan Nurtanio berhasil membuat pesawat glider bernama Zogling NWG. Di bawah perwira-perwira macam Nurtanio dan Wiweko, sebenarnya terdapat teknisi-teknisi AURI yang juga ahli pesawat, tapi kurang dikenal dalam sejarah. Salah satunya Achmat bin Talim—pemuda Sunda kelahiran 1910—yang pernah bekerja di penerbangan KNIL dan pernah ikut membuat pesawat kayu PK-KKH pesanan pengusaha roti di Bandung.

Gebrakan pertama biro AURI yang dipimpin Nurtanio adalah pesawat olahraga berkursi tunggal dengan mesin silinder Harley Davidson berkekuatan 15 pk yang dinamai Nurweko dengan registrasi RI-X pada 1947. Sejawat lain di AURI yang “gila” dalam membuat pesawat adalah Yum Sumarsono. Di masa Revolusi dia bekerja keras dengan swadaya dan bantuan kawan membuat helikopter berbekal mesin BMW 500cc 24 pk. Usaha sulit ini lalu tergagalkan oleh Agresi Militer II. Begitu tercatat dalam Awal Kedirgantaraan di Indonesia (hlm. 75-76). Setelah Revolusi berlalu, Nurtanio dan kawan-kawan terus membuat pesawat percobaan. Di antaranya adalah Si Kumbang, Kunang-kunang, Belalang, dan lainnya. Si Kumbang pertama kali terbang pada 1 Agustus 1954 dan terus disempurnakan.

Gugur dalam Uji Coba Terbang

Ketika ambisi akan industri penerbangan nasional muncul, Nurtanio tak ingin Indonesia terburu-buru. Hingga akhirnya muncul kebijakan membangun Lembaga Persiapan Industri Penerbangan (LAPIP), berdasarkan Keputusan Menteri/Kasau N0.488 tertanggal 1 Agustus 1960. Indonesia sempat bekerja sama dengan Polandia untuk merintis industri penerbangan itu.

Pada awal 1965, seperti dicatat Benedicta A. Surodjo & J. M. V. Soeparno dalam Tuhan, Pergunakanlah Hati, Pikiran dan Tanganku: Pledoi Omar Dani(2001: 110-111), Komodor Nurtanio sudah mampu memproduksi pesawat Gelatik dan dipercaya untuk merakit pesawat. 

Menghabiskan waktu di depan meja gambar, untuk seorang pelopor industri pesawat sepertinya, tentu hal yang biasa. Tapi Nurtanio berani lebih dari sekadar di belakang meja. Bekerja ala Nurtanio tak melulu memeras otak, tapi juga harus berani berkorban jiwa. 

Yum Sumarsono, misalnya, seperti dicatat Bakti TNI Angkatan Udara, 1946-2003 (2003: 120-121), harus kehilangan tangan dalam uji coba terbang pesawat rakitannya yang bernama Kepik. Nahas juga akhirnya dialami Nurtanio, hingga ia harus tutup usia. Dalam uji coba penerbangan pesawat Super Aero-45 bermesin ganda buatan Cekoslovakia, seperti dicatat Chappy Hakim dalam Awas Ketabrak Pesawat Terbang (2009: 160), Nurtanio dan Supadio jatuh di Bandung pada 21 Maret 1966, tepat hari ini 53 tahun lalu. Penyebabnya adalah salah satu mesinnya mati mendadak.

Masalah penerbangan yang mengancam nyawa pernah dialami Nurtanio sebelumnya. Tapi tak sekalipun pesawat hasil rancangannya sendiri membuatnya terbunuh. Nurtanio malah gugur ketika menerbangkan pesawat buatan luar negeri yang teknologinya dianggap lebih baik.

Namanya Sempat Dihapus

Setelah kematiannya, laki-laki yang diberi pangkat Laksamana Muda secara anumerta ini pernah dikenang sebagai nama lembaga pembuat pesawat. Nurtanio diresmikan oleh AURI di Bandung menjadi nama lembaga penerbangan, yaitu Lembaga Industri Penerbangan Nurtanio (LIPNUR), penerus LAPIP. LIPNUR kemudian diubah lagi namanya menjadi Industri Pesawat Terbang Nurtanio (IPTN). 

Setelah era Nurtanio, tak dapat dipungkiri B.J. Habibie dan generasinya di IPTN telah membuat banyak kemajuan dalam industri pesawat terbang. Di masa Habibie berperan penting dalam industri pesawat, ketika Orde Baru berjaya, lembaga ini kemudian diubah namanya menjadi Industri Pesawat Terbang Nusantara (masih disingkat IPTN juga). Nama Nurtanio jelas seperti dilupakan sebagai perintis industri penerbangan Indonesia. Apalagi singkatan IPTN kemudian berganti nama lagi menjadi PT Dirgantara Indonesia (PTDI). 

Bagi Marsekal Chappy Hakim, mantan KSAU, perubahan nama itu, “agak kurang jelas dan terasa juga sebagai suatu penghinaan dirasakan oleh keluarga besar almarhum Nurtanio dan tentu saja Korps Angkatan Udara.” Hilangnya nama Nurtanio itu ibarat mencoret peran sejarah AURI dalam perintisan industri penerbangan Indonesia. Dengan hilangnya nama Nurtanio, orang-orang tidak akan mencari tahu lagi siapa itu Nurtanio Pringgoadisuryo, laki-laki kelahiran Kandangan 3 Desember 1923, yang sedari zaman Revolusi sudah merancang pesawat. Padahal Nurtanio adalah satu bukti penting bahwa orang Indonesia sudah mampu membuat pesawat sendiri, bahkan di masa-masa sulit. 

Kini namanya dicoba dikenang kembali dengan menamakan pesawat N219 produksi PTDI sebagai Nurtanio.

C. Inovasi Teknolgi Dunia penerbangan di masa depan



     Di dalam dunia penerbangan, inovasi teknologi yang muncul kebanyakan diciptakan karena timbulnya suatu masalah yang kemudian dapat menjadikannya solusi. Kamu harus tahu beberapa inovasi unik di bawah ini di dunia penerbangan. Semoga kita akan merasa lebih aman dan nyaman ketika menggunakan moda transportasi udara ini.
1. Inovasi bahan bakar yang ramah lingkungan



Teknologi ini bertujuan ingin menyelesaikan masalah polusi udara yang diakibatkan pesawat komersil maupun non komersil, yaitu menggantinya dengan solar system. Penggunaan bahan bakar ini diprediksi dapat menghemat biaya dan dapat mengurangi polusi sebanyak 70 persen. Selain pesawat komersil, NASA juga telah merencanakan pesawat yang bernama Double Bubble yang dirancang untuk menggunakan bahan bakar solar system tersebut.

2. DIY Security

Ini adalah sistem yang memungkinkan autopilot keamanan berjalan ketika pilot mengoperasikannya. Sekalinya sistem keamanan sudah dinyalakan, pembajak pesawat akan sangat sulit mematikannya. Setelah sistem keamanan menyala, akan ada laporan ke darat bahwa pesawat tersebut dalam bahaya. Sistem ini juga bisa membuat pesawat mengerem dan mendarat secara otomatis lho. Dengan alat ini kita tidak perlu melakukan pengecekan berkali-kali saat akan atau setelah melakukan penerbangan tanpa mengurangi ancaman keselamatan sedikit pun. Diprediksi ada suatu perusahaan besar yang akan mengerjakan proyek ini beberapa tahun mendatang.

Masih banyak lagi inovasi yang akan dilakukan industri pesawat terbang dunia guna meningkatkan mutu dan kualitas dari penerbangan.

Berikut Cuplikan Singkat Sejarah Teknologi Pesawat :




Mind Map :

Kelompok 3
Admin : Fathur Alhadian

(KELOMPOK 3)
  • Akbar Mulyadi Rusmana
  • Fathur Alhadian
  • Laurent Chusnein
  • Riska Nabila
  • Riska Nur Asiyah
  • Sheva Septian Wijaya

Sumber :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar